PESAN SELAMAT DATANG

Senin, 25 Juli 2011

Masa Depan Wakaf Indonesia

Masa Depan Wakaf Indonesia
Wakaf merupakan ibadah yang sudah cukup dikenal di masyarakat Indonesia,seiring dengan berkembangkana dakwah Islam di Indonesia, maka ulama-ulama kita juga sekaligus memperkenalkan ibadah wakaf ini. Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid yang bersejarah yang dibangun di atas tanah wakaf. Ibadah wakaf ini terus tersebar di bumi Indonesia baik pada masa dakwah pra penjajahan, masa penjajahan maupun pasca penjajahan. Beberapa aturan telah dibuat oleh pemerintah terkait dengan mekanisme ibadah ini, salah satu aturan yang dibuat adalah PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. PP ini memang hanya mengatur wakaf pertanahan, karena memang dari awal perkembangan Islam di Indonesia, wakaf adalah selalu identik dengan tanah, dan tanah ini digunakan untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti masjid, kuburan, madrasah dan lain-lain. Peraturan Pemerintah ini bertahan cukup lama, karena setelah PP ini belum ada aturan lain yang mengatur perwakafan di Indonesia, sehingga tidaklah heran perkembangan wakaf di Indonesia boleh dibilang stagnant. Memang cukup banyak lembaga wakaf yang berdiri, tetapi hanya beberapa lembaga wakaf (nadzir) yang dapat mengelola asset wakaf dengan cukup optimal, walaupun kalau dilihat secara umum, wakaf yang berkembang di Indonesia saat itu belum mampu memberikan konstribusi untuk meningkatkan kesejahteraan ummat. Perwakafan di Indonesia memang cukup mengalami kemandegan,salah satu penyebab kemandegan ini adalah karena terciptanya paradigma di masyarakat bahwa wakaf adalah selalu fix asset, yang keperuntukannya selalu untuk kegiatan sosial keagamaan. Kebekuan perkembangan wakaf mulai sedikit mencair ketika pada tahun 2001, Prof. M.A. Mannan, Ketua SIBL (Sosial Investment Bank Ltd.) memberikan seminar di Indonesia mengenai Cash Waqf. SIBL ini mengusung paradigma baru ketengah masyarakat di Bangladesh tentang konsep baru pengelolaan wakaf tunai untuk meningkatkan keseahteraan ummat. Ternyata konsep baru SIBL ini menarik dan mampu memberikan energi untuk menggerakkan kemandegan perkembangan wakaf. Dan MUI menyambut baik konsep ini dengan mengeluarkan fatwa bolehnya Wakaf Uang.
(Waqf al Nuqud) pada tahun 2002, dan pemerintah semakin memperkuat fatwa MUI ini mengeluarkan UU No.41/2004 tentang Wakaf. Di dalam UU disebutkan bahwa wakaf tidak hanya asset tetap, tetapi juga dapat berupa asset tidak tetap dan uang. Dan selain itu diatur pula beberapa kebijakan perwakafan di Indonesia, dari mulai pembentukan nadzir sampai dengan pengelolaan harta wakaf. Untuk dapat menjalankan fungsinya, UU ini masih memerlukan perangkat lain yaitu Peraturan Pemerintah dan Permen yang akan menjadi juklak dalam implementasinya, serta adanya Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan berfungsi sebagai sentral nadzir wakaf. Dan setelah melalui proses penantian yang cukup panjang maka pada penghujung tahun 2006 terbitlah PP No.42/2006 tentang Pengelolaan Wakaf. Dan semoga Kepmen dan pembentukan BWI tidak selambat PP nya.
Mencari Format Pengembangan Wakaf yang Ideal
Meurut data Depag tahun 2003 dan diperkuat oleh data CSRC (Centre for the Study of Religion and Research) bahwa asset wakaf di seluruh Indonesia adalah 362.471 lokasi dengan total nilai sekitar 590 trilyun, sayangnya hampir semua asset wakaf tersebut masih cost centre sehingga masih memerlukan investor untuk memproduktifkannya. Salah satu sumber dana investasi yang dapat dioptimalkan adalah dana cash waqf seperti yang dilakukan oleh Prof.M.A Mannan dengan SIBLnya. Menurut Dr. Mustofa Edwin, Ketua Pasca Sarana Ekonomi Syariah UI, potensi wakaf uang di Indonesia adalah sekitar 3 trilyun/tahun, memang jumlah ini masih jauh bila dibandingkan dengan potensi zakat yang sekitar 21 trilyun menurut data PIRAC. Tetapi perbedaan yang sangat significant adalah bahwa dana wakaf pokoknya akan tetap utuh dan semakin terakumulasi dari tahun ke tahun. Berbedaan dengan dana zakat yang akan langsung habis dalam satu tahun. Tetapi angka 3 trilyun tersebut masih merupakan data langit karenarealitanya penghimpuna dana wakaf uang di Indonesia masih sangat sedikit, sebagai contoh Tabung Wakaf Indonesia (TWI) yang konsen dalam penghimpunan dan pengeloaan wakaf uang baru mampu mengumpulkan dana wakaf uang sekitar 2 milyar/tahun.
Melihat kondisi tersebut maka perlu dilakukan upaya secara serius untuk merumuskan strategi nasional untuk mengoptimalkan penggalangan dan pengembangan dana wakaf. Beberapa hal yang mungkin dapat menjadi kritical point dalam pengembangan wakaf adalah sebagai berikut :
1.Wakaf sebagai bagian dari Ibadah Sunnah
Para ulama sepakat bahwa wakaf adalah ibadah sunah yang ditujukan untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Dengan pengertian ini maka sosialisasi awal dalam mensosialisasikan wakaf adalah dengan mengemukakan hikmah dari ibadah sunah ini. Begitu banyak hikmah atau keutamaan yang sudah dijanjikan Allah baik melalui Al Qur’an maupun Hadits. Dengan memaparkan hikmah wakaf kepada masyarakat maka akan menjadi daya pendorong bagi masyarakat untuk melakukan ibadah maaliyah (harta). Karena sebenarnya sangat banyak ummat Islam yang kaya, tetapi mereka masih disibukkan untuk menikmati kekayaan untuk diri sendiri, dan tugas juru dakwahlah untuk menjelaskan kepada mereka mengenai fadhillah orang yang gemar melakukan ibadah maaliyah berupa wakaf ini.
2.Sosialisasi paradigma baru Wakaf
Paradigma lama masyarakat bahwa wakaf harus selalu identik dengan fix asset khususnya tanah sudah waktunya untuk mendapatkan pencerahan. Peran pemerintah, ulama,lembaga-lembaga keummatan dan media sangat penting dalam proses ini. Setiap elemen bangsa tersebut harus bersama-sama mensosialisasikan kepada masyarakat tentang cash waqf, sehingga akan terjadi gerakan wakaf nasional. Gerakan yang tidak hanya menjadi jargon tetapi menjadi sebuah aksi nyata, sehingga masyarakat melihat dahsyatnya gerakan wakaf dan tidak memandang wakaf hanya ibadah orang-orang puritan, yang akhirnya wakaf uang ini menjadi sebuah lifestyle yang patut dibanggakan dan mengalahkan gaya hidup hedonisme.
Peran pemerintah
UU No.41/2004 tentang Wakaf, sudah dua tahun lebih di undangkan, tetapi sampai sekarang UU tersebut belum dapat diaplikasikan karena perangkat pendukungnya yaitu PP, Kepmen dan BWI belum rampung dipersiapkan. Setelah menunggu sekitar 2 tahun, alhamdulillah PP Wakaf sudah terbit. PP bernomor 42/2006 ini menjadi juklak dari UU 41/2004. Kalau dilihat isi dari UU kemudian PP maka terdapat beberapa point yang sudah menunjukkan hal yang positif tetapi terdapat juga beberapa point yang belum menunjukkan arah gerakan wakaf yang visioner.
Pertama di dalam UU dan PP masih disebutkan bahwa nadzir nasional hanyalah BWI dan nadzir lain hanya setingkat Kabupaten/Kecamatan, Kedua terdapat pembedaan pengelolaan wakaf yaitu wakaf harta tidak bergerak, wakaf harta bergerak selain uang dan wakaf uang,Ketiga dilibatkannya LKS dalam pengelolaan wakaf uang. Dalam proses berwakaf harus melibatkan LKS, Nadzir dan Wakif, proses inipun harus dilakukan langsung maksudnya wakif/wakilnya harus datang langsung ke LKS dan melakukan proses wakaf. Padahal dengan kemajuan teknologi sekarang ini tidak perlu seseorang harus hadir, cukup dengan transfer via ATM, internet maka proses wakaf sudah berjalan. Dapat dibayangkan betapa rumitnya ketika nadzir harus selalu datang ke LKS bersama wakif. Seandainya ada 10 wakif dalam sehari di LKS yang berbeda maka akan energi nadzir akan terkuras dan tentunya wakif akan sangat direpotkan kalau harus menunggu nadzir yang akan datang ke lokasi LKS. Padahal salah satu hikmah wakaf uang adalah terjadinya kemudahan dalam menjalankan ibadah wakaf. Keempat, dengan diberlakukannya UU dan PP ini akan sangat memungkinkan bahwa nadzir yang mempunyai hubungan kemitraan yang kuat dengan LKS tertentulah yang akan berkembang dan bahkan kemungkinan besar LKS akan membuat lembaga nadzir tersendiri, sama halnya ketika LKS membuat LAZ. Dan PP ini pun baru dapat dijalankan setelah UU mengenai LKS sudah ada.Kelima, dalam UU atau PP belum ada point yang mampu memberikan daya tarik kepada masyarakat untuk berwakaf, semuanya hanya bersifat normatif. Di Bangladesh sebuah negara yang lebih miskin dari Indonesia sudah mampu mengeluarkan aturan yang menarik tentang wakaf, yaitu setiap pembayaran wakaf akan mengurangi pembayaran pajak. Hal ini sangat menarik karena ketika orang membayar wakaf selain mendapatkan pahala sekaligus mendapatkan potongan pajak. Kalaulah pemerintah jeli maka hal ini akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan bangsa.
Peran Ulama
Ulama Indonesia melalui MUI sudah mengeluarkan fatwa mengenai Wakaf Uang, dan akan lebih baik lagi kalau ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, PERSIS, IKADI
dan lain-lain juga mengeluarkan fatwa wakaf uang, sehingga kepercayaan masyarakat semakin kuat. Karena masyarakat sekarang masih memiliki fanatisme yang kuat terhadap masing-masing ormasnya. Dan tentunya setelah keluarnya fatwa harus diikuti dengan sosialisasi yang optimal keseluruh lapisan masyarakat. Para da’i mengagendakan dalam setiap khotbah maupun pengajian mengenai wakaf,memasukkan materi wakaf dalam materi perkuliahan, sekolah, kajian ekonomi syariah dan lain sebagainya.
Peran lembaga keummatan
Sebagian besar lembaga keummatan sekarang belum begitu antusias melihat dunia perwakafan, masih sedikit LAZ,BAZ yang mengembangkan sayapnya untuk melakukan sosialisasi dan mengembangkan wakaf, bahkan FOZ yang menjadi sentral dari lembaga zakat masih terlihat gamang untuk menyandingkan wakaf sebagai partner zakat dalam mensejahterakan ummat. Demikian juga dengan MES, PKES mereka sedikit sekali memberikan perhatian terhadap wakaf, mereka masih asyik dengan dunia ekonomi Islam yang berorientasi pada bisnis yaitu perbankan, asuransi, reksadana dan sepertinya wakaf masih harus berjuang keras untuk mendapatkan perhatian dari lembaga-lembaga tersebut. Padahal kalau kita tengok pendapat beberapa ulama seperti Syeikhul Ibnu Taimiya, Dr Yusuf Qardhawi, mereka mengatakan bahwa dana ummat termasuk wakaf menjadi salah satu alternatif untuk mengetaskan kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat.
Peran Media
Media seharusnya menjadi sarana yang sangat efektif dalam mensuarakan wakaf kepada masyarakat, baik mengenai sosialisasi wakaf maupun peran lembaga wakaf. Di beberapa media khususnya media yang menyediakan kolom khusus tentang ekonomi syariah, masih sedikit porsi yang diberikan untuk mensuarakan wakaf. Dan porsi besar tetap masih diberikan kepada ekonomi syariah yang berorientasi kepada bisnis. Padahal media menjadi alat yang sangat strategis untuk merubah mindset masyarakat. Ketika porsi lembaga syariah yang berorientasi bisnis selalu dikedepankan maka mindset masyarakat akan terbawa ke dunia yang melulu bisnis. Sense of socialnya akan melemah dan lama kelamaan akan terbentuk pola pikir kapitalisme Islam atau kapitalisme yang berbungkus Islam.
3.Peningkatan kualitas SDM pengelola wakaf
Menjadi sebuah rahasia umum bahwa lembaga keummatan selalu identik dengan ketidakprofesionalan, sehingga lembaga keummatan termasuk lembaga wakaf bukan menjadi pilihan awal tenaga kerja nomer satu. Lembaga ini selalu menjadi pilihan nomer dua atau bahkan pilihan akhir ketika tidak ada perusahaan atau lembaga lain yang menampungnya. Dan lebih parahnya adalah menjadi tempat pembuangan SDM yang sudah tidak produktif. Sehingga tidak salah apabila kinerja lembaga keummatan termasuk wakaf tidak dapat tumbuh secara cepat, baik tumbuh dalam penghimpunannya maupun pengelolaannya. Dan menjadi tugas bersama untuk meningkatkan kualitas SDM lembaga wakaf ini, sehingga nantinya tidak terdengar ada asset wakaf yang tidak dikelola, atau terdapat asset wakaf yang hilang,diperebutkan dan lain sebagainya.Dan akhirnya semua bentuk usaha untuk mensosialisasikan dan mengoptimalkan wakaf di Indonesia harus dilakukan dengan komprehensif disertai dengan kerja yang ikhlas, kerja yang keras dan usaha yang cerdas. Menghilangkan kepentingan yang pragmatis dan mengutamakan sesuatu yang visioner yaitu terciptanya kesejahteraan ummat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar